Napoleon Bonaparte (1769~1821) mungkin merupakan sosok yang selalu
menimbulkan kontroversi bagi banyak orang. Mereka yang hidup pada jaman
itu ataupun setelahnya hampir selalu menghadapi dilemma dalam
menilainya: apakah ia seorang yang bengis dan bar-bar yang suka membunuh
orang ataukah seorang pemimpin yang selalu mendapat simpati dari
pengikutnya? Ia dikabarkan selalu memberi racun tentaranya yang terluka
setiap usainya peperangan. Apakah itu disebabkan ia tak peduli kepada
mereka atau justru karena ia tak tega melihat mereka menderita dan tak
ingin melihat mereka menderita? Konon ia juga selalu membawa bekal
sedikit di setiap peperangan dari yang semestinya diperlukan pasukannya.
Apakah itu karena ia kejam dan tak punya belas kasih atau justru karena
ia seorang yang realistis? Ia mungkin saja berpikir bahwa akan banyak
tentara yang mati dalam peperangan sehingga jumlah pasukan berkurang.
Mungkin kita akan menemukan jawabannya jika mengetahui lebih banyak
tentang dirinya
Jendral dan Kaisar Perancis yang tenar,
Napoleon I, keluar dari rahim ibunya di Ajaccio, Corsica, tahun 1769.
Nama aslinya Napoleon Bonaparte. Corsica masuk wilayah kekuasaan
Perancis cuma lima belas bulan sebelum Napoleon lahir, dan pada
saat-saat remajanya Napoleon seorang nasionalis Corsica yang menganggap
Perancis itu penindas. Tetapi, Napoleon dikirim masuk akademi militer di
Perancis dan tatkala dia tamat tahun 1785 pada umur lima belas tahun
dia jadi tentara Perancis berpangkat letnan.
Kesempatan pertama
Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam
pertempuran di Toulon (Perancis merebut kembali kota itu dari tangan
Inggris), tempat Napoleon bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu
dia sudah tidak lagi berpegang pada paham nasionalis Corsicanya,
melainkan sudah menganggap diri orang Perancis. Sukses-sukses yang
diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan pada tahun
1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi komando tentara Perancis di
Itali. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula
merebut serentetan kemenangan yang membuatnya seorang pahlawan tatkala
kembali ke Perancis.
Di tahun 1798 ia memimpin penyerbuan
Perancis ke Mesir. Langkah ini ternyata merupakan malapetaka. Di darat,
umumnya pasukan Napoleon berhasil, tetapi Angkatan Laut Inggris di bawah
pimpinan Lord Nelson dengan mantap mengobrak-abrik armada Perancis, dan
di tahun 1799 Napoleon meninggalkan pasukannya di Mesir dan pulang ke
Perancis.
Begitu sampai di Perancis, Napoleon yang jeli itu
dapat berkesimpulan bahwa rakyat Perancis lebih terkenang dengan
kemenangan-kemenangannya di Itali ketimbang kegagalan ekspedisi Perancis
ke Mesir. Berpegang pada fakta ini, hanya sebulan sesudah dia menginjak
bumi Perancis, Napoleon ambil bagian dalam perebutan kekuasaan bersama
Albe Sieyes dan lain-lainnya. Kup ini melahirkan sebuah pemerintah baru
yang disebut “Consulate” dan Napoleon menjadi Konsul pertama. Kendati
konstitusi sudah disusun dengan cermat dan diterima lewat persetujuan
plebisit rakyat, ini cuma kedok belaka untuk menutupi kediktatoran
militer Napoleon yang dengan segera mampu menyikut dan melumpuhkan
lawan-lawannya.
Naiknya Napoleon ke tahta kekuasaan betul-betul
menakjubkan. Tepatnya di bulan Agustus 1793, sebelum pertempuran
Toulon, Napoleon samasekali tidak dikenal orang. Dia tak lebih dari
seorang perwira rendah berumur dua puluh empat tahun dan bukan
sepenuhnya orang Perancis. Tetapi, kurang dari enam tahun kemudian
–masih dalam usia tiga puluh tahun– sudah menjelma jadi penguasa
Perancis yang tak bisa dibantah lagi, posisi yang digenggamnya selama
lebih dari empat belas tahun.
Di masa tahun-tahun kekuasaannya,
Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem administrasi
pemerintahan serta hukum Perancis. Misalnya, dia merombak struktur
keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas
Perancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini
punya makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka
lama khususnya untuk Perancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat
negeri lain.
Tetapi salah satu perombakan yang dilakukan oleh
Napoleon punya daya pengaruh yang melampaui batas negeri Perancis
sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan sebutan Code
Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide Revolusi
Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa
berdasar kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata
hukum. Berbarengan dengan itu code tersebut cukup mendekati hukum-hukum
lama dan adat kebiasaan Perancis sehingga diterima oleh rakyat Perancis
dan sistem pengadilannya. Secara umum, code itu moderat, terorganisir
rapi dan ditulis dengan ringkas, jelas, serta dapat diterima, tambahan
pula mudah difahami. Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di Perancis
(hukum perdata Perancis yang berlaku sekarang hampir mirip dengan Code
Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di negeri-negeri lain dengan
perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan setempat.
Politik Napoleon senantiasa menumbuhkan keyakinan bahwa dialah seorang
yang membela Revolusi Perancis. Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula
yang memperoklamirkan diri selaku Kaisar Perancis. Tambahan lagi, dia
mengangkat tiga saudaranya keatas tahta kerajaan di beberapa negara
Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak menumbuhkan rasa tidak senang pada
sebagian orang-orang Republik Perancis yang menganggap tingkah itu
sepenuhnya merupakan pengkhianatan terhadap ide-ide dan tujuan Revolusi
Perancis. Tetapi, kesulitan utama yang dihadapi Napoleon adalah
peperangan dengan negara-negara asing.
Di tahun 1802, di
Amiens, Napoleon menandatangani perjanjian damai dengan Inggris. Ini
memberi angin lega kepada Perancis yang dalam tempo sepuluh tahun
terus-menerus berada dalam suasana perang. Tetapi, di tahun berikutnya
perjanjian damai itu putus dan peperangan lama dengan Inggris dan
sekutunya pun mulai lagi. Walaupun pasukan Napoleon berulang kali
memenangkan pertempuran di daratan, Inggris tidak bisa dikalahkan kalau
saja armada lautnya tak terlumpuhkan. Malangnya untuk Napoleon, dalam
pertempuran yang musykil di Trafalgar tahun 1805, armada laut Inggris
merebut kemenangan besar. Karena itu, pengawasan dan keampuhan Inggris
di lautan tidaklah perlu diragukan lagi. Meskipun kemenangan besar
Napoleon (di Austerlitz melawan Austria dan Rusia) terjadi enam minggu
sesudah Trafalgar, hal ini sama sekali tidak bisa menghapus kepahitan
kekalahan di sektor armada laut.
Di tahun 1808 Napoleon membuat
kebodohan besar melibatkan Perancis ke dalam peperangan yang panjang
dan tak menentu ujung pangkalnya di Semenanjung Iberia, tempat tentara
Perancis tertancap tak bergerak selama bertahun-tahun. Tetapi,
kekeliruan terbesar Napoleon adalah serangannya terhadap Rusia. Di tahun
1807 Napoleon bertemu muka dengan Czar, dan dalam perjanjian Tilsit
mereka bersepakat menggalang persahabatan abadi. Tetapi, persepakatan
dan persekutuan itu lambat laun rusak, dan di tahun 1812 bulan Juni
Napoleon memimpin tentara raksasa menginjak-injak bumi Rusia.
Hasil dari perbuatan ini sudah sama diketahui. Tentara Rusia umumnya
menghindar dari pertempuran langsung berhadapan dengan tentara Napoleon,
karena itu Napoleon dapat maju dengan cepatnya. Di bulan September
Napoleon menduduki Moskow. Tetapi, orang Rusia membumihanguskan kota itu
dan sebagian besar rata dengan tanah. Sesudah menunggu lima minggu di
Moskow (dengan harapan sia-sia Rusia akan menawarkan perdamaian),
Napoleon akhirnya memutuskan mundur, tetapi keputusan ini sudah
terlambat. Gabungan antara pukulan tentara Rusia dan musim dingin yang
kejam, tak memadainya suplai pasukan Perancis mengakibatkan gerakan
mundur itu menjadi gerakan mundur yang morat-marit. Kurang dari sepuluh
persen tentara raksasa Perancis bisa keluar dari bumi Rusia hidup-hidup.
Negara-negara Eropa lain, seperti Austria dan Prusia, sadar benar
mereka punya kesempatan baik menghajar Perancis. Mereka menggabungkan
semua kekuatan menghadapi Napoleon,dan pada saat pertempuran di Leipzig
bulan Oktober 1813, Napoleon kembali mendapat pukulan pahit hingga
sempoyongan. Tahun berikutnya dia berhenti dan dibuang ke Pulau Elba,
sebuah pulau kecil di lepas pantai Itali.
Di tahun 1815 dia
melarikan diri dari Pulau Elba, kembali ke Perancis, disambut baik dan
kembali berkuasa. Kekuatan-kekuatan Eropa segera memaklumkan perang dan
seratus hari sehabis duduknya lagi ia di tahta kekuasaan, Napoleon
mengalami kekalahan yang mematikan di Waterloo.
Sesudah
Waterloo, Napoleon dipenjara oleh orang Inggris di St. Helena, sebuah
pulau kecil di selatan Samudera Atlantik. Di sinilah dia menghembuskan
nafasnya yang terakhir tahun 1821 akibat serangan kanker.
Karier militer Napoleon menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan
gerakan taktiknya amat memukau, dan bila diukur dari segi itu semata,
bisa jadi dia bisa dianggap seorang jendral terbesar sepanjang jaman.
Tetapi di bidang strategi dasar dia merosot akibat bikin
kekeliruan-kekeliruan besar, seperti misalnya penyerbuan ke Mesir dan
Rusia. Kesalahan strateginya begitu bego sehingga Napoleon tak layak
dijuluki pemimpin militer kelas wahid. Apakah anggapan kedua ini tidak
adil? Saya kira tidak. Sesungguhnya, ukuran kebesaran seorang jendral
terletak pada kemampuannya mengelak dari berbuat kesalahan-kesalahan
yang menuntun kearah kehancuran. Hal semacam itu tak terjadi pada diri
Alexander Yang Agung, Jengis Khan dan Tamerlane yang tentaranya tak
pernah terkalahkan. Berhubung Napoleon pada akhirnya dapat dikalahkan di
tahun 1815, Perancis memiliki daerah lebih kecil ketimbang yang pernah
dipunyainya di tahun 1879, saat pecahnya Revolusi.
Napoleon
tentu saja seorang “egomaniac” dan sering dianggap semodel dengan
Hitler. Tetapi, ada perbedaan yang ruwet diantara keduanya. Jika Hitler
bertindak sebagian terbesarnya atas dorongan ideologi yang tersembunyi,
Napoleon semata-mata terdorong oleh ambisi yang oportunistis dan dia tak
punya selera melakukan penjagalan besar dan gila-gilaan. Dalam masa
pemerintahan Napoleon, tidak terdapat semacam kamp konsentrasi seperti
yang dipunyai Hitler.
Teramat masyhurnya nama Napoleon amat
mudah menjebak orang menganggap dia itu berpengaruh besar secara
berlebih-lebihan. Masa pengaruh jangka pendeknya memang besar, mungkin
lebih besar dari Alexander Yang Agung walaupun tidak sebesar Hitler.
(Menurut taksiran, sekitar 500.000 tentara Perancis mati dalam perang
Napoleon, sedang sekitar 800.000 orang Jerman tewas selama Perang Dunia
ke-2). Dengan ukuran apa pun, perbuatan pengrusakan Napoleon lebih
sedikit ketimbang apa yang diperbuat Hitler.
Dalam kaitan
pengaruh jangka panjang, tampaknya Napoleon lebih penting ketimbang
Hitler, meski lebih kurang penting dibanding Alexander Yang Agung.
Napoleon melakukan perubahan luas dalam tata administrasi Perancis,
tetapi penduduk Perancis cuma satu per tujuh puluh penduduk dunia. Dalam
tiap kejadian, perubahan administratif macam itu harus ditinjau dari
sudut perspektif yang sewajarnya. Pengaruhnya terhadap orang Perancis
jauh lebih sedikit ketimbang perubahan-perubahan sejumlah kemajuan
teknologi dalam masa dua abad belakangan ini.
Banyak orang
bilang, masa Napoleon menyediakan peluang bagi perubahan-perubahan bagi
terkonsolidasinya dan semakin mapannya kaum borjuais Perancis. Di tahun
1815, tatkala monarki Perancis akhirnya tersusun kembali,
perubahan-perubahan ini ditopang dan dilindungi begitu baiknya sehingga
kemungkinan bisa kembalinya pola-pola sosial orde lama suatu hal yang
sepenuhnya mustahil. Tetapi, perubahan terpenting sebetulnya terjadi dan
tersusun sebelum Napoleon. Pada tahun 1799 ketika Napoleon memegang
kendali pemerintahan mungkin setiap jalan ke arah kembalinya ke masa
status quo sudah terlambat. Tetapi, lepas dari ambisi Napoleon sendiri
yang keraja-rajaan, dia memang pegang peranan penting menyebarnya ide
revolusi ke seluruh Eropa.
Napoleon juga membawa akibat
timbulnya pengaruh-pengaruh luas dan besar dalam revolusi Amerika Latin.
Penyerbuannya ke Spanyol melemahkan pemerintahan Spanyol sehingga
cengkraman kolonialnya di daerah-daerah jajahannya juga dengan
sendirinya melonggar dan tidak efektif. Dalam situasi de facto otonomi
inilah gerakan-gerakan kemerdekaan Amerika Latin mulai meletus. Napoleon
di pertempuran Waterloo.
Dari semua langkah perbuatan
Napoleon, yang paling penting dan paling punya pengaruh berjangka
panjang justru yang berada di luar rencananya dan tidak ada sangkut
pautnya dengan rencana Napoleon sendiri.
Di tahun 1803,
Napoleon menjual daerah luas kepada Amerika Serikat. Dia tahu, milik
Perancis di Amerika Utara sulit dilindungi menghadapi serangan-serangan
Inggris. Selain itu, dia juga perlu duit, penjualan tanah Louisiana itu
mungkin merupakan jual-beli tanah secara damai yang terbesar dalam
sejarah sekaligus mengubah Amerika Serikat menjadi suatu negara yang
berukuran benua. Sukar dibayangkan apa bentuknya Amerika Serikat tanpa
Louisiana ini. Pasti akan merupakan negeri yang samasekali berbeda
dengan apa yang kita kenal sekarang. Dan pula layak diragukan Amerika
Serikat bisa menjadi negeri kuat tanpa jual-beli Louisiana ini.
Napoleon, tentu saja, bukanlah satu-satunya orang yang berperanan dan
bertanggung jawab atas penjualan ini. Pemerintah Amerika jelas pegang
peranan pula. Tetapi, penawaran Perancis menjual Louisiana diputuskan
dalam perundingan oleh satu orang. Dan orang itu Napoleon Bonaparte.
Ezio Auditore Da Firenze